Kreativitas Mesti Mengakar dari Budaya - Karya Rendra Menjadi Inspirasi Sumpah Pemuda

Kamis, 29 Oktober 2009

Bandung, Kompas - Globalisasi dan gaya hidup hedonis dewasa ini cenderung memasung kreativitas anak-anak muda, khususnya di bidang seni budaya. Sebelum terlambat, gerakan kembali ke tata nilai adat harus mulai diperkenalkan lagi kepada generasi muda.

"Kita berjuang untuk kemerdekaan, 81 tahun lalu. Tapi, saat ini tantangannya berbeda. Kita harus berjuang untuk berdiri sendiri. Berjuang agar kreativitas tidak mati," tutur seniman Aat Suratin dalam pembukaan Bandung Mengenang Rendra, Rabu (28/10) di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung.

Acara yang dihadiri Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, sejumlah seniman, dan perwakilan pemuda ini terkait pula dengan peringatan Sumpah Pemuda. Menurut Aat yang juga ketua penyelenggara acara ini, karya-karya Rendra selama ini memberikan inspirasi kaum muda tentang nasionalisme.

"Semangat Rendra menggambarkan kepada kita agar tidak pernah berhenti berkreasi. Tidak henti-hentinya pula dia mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga akal sehat. Tetapi, lihatlah sekarang, tidak ada lagi akal sehat ketika mahasiswa satu kampus menyerang mahasiswa lainnya," ia mengungkapkan keprihatinannya.

Yang tidak kalah memprihatinkan, tuturnya, kreativitas generasi muda dalam berseni saat ini seolah telah terpasung. "Gaya hidup, ekspresi, dan selera seni kita telah banyak didikte oleh kebudayaan asing. Bahkan estetika yang seyogianya adalah hal individu juga telah terpengaruh," ucapnya.

Krisis identitas

Keprihatinan senada diungkapkan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Abdon Nababan. Ia mengatakan, masyarakat, khususnya kaum muda, kini mengalami krisis identitas. "Kita telah pergi meninggalkan identitas kita, sementara sistem tata nilai dari luar tidak bisa sepenuhnya diambil. Kita jadi mengambang, tidak jelas," paparnya.

Dalam diskusi "Hukum Adat dalam Perspektif Kebangsaan" yang merupakan rangkaian acara Bandung Mengenang Rendra, ia pun mengkritisi jargon ekonomi kreatif yang kini didengung-dengungkan di banyak kota, khususnya Bandung. Menurut dia, ekonomi kreatif akan menjadi percuma, kehilangan arah, jika tidak mengakar pada budaya.

Ia mencontohkan kondisi ekonomi sekarang yang dipenuhi berbagai persoalan macam krisis energi, pangan, bahkan isu perubahan iklim. "Pembangunan demikian tidak akan membawa kita keluar dari krisis. Sebaliknya, praktik di komunitas adat, macam Kampung Naga, Ciptagelar, atau Badui, selama ini terbukti justru tidak pernah terlibat krisis-krisis itu," ungkapnya.

Pendidikan, menurut dia, memiliki pengaruh yang besar terhadap mulai lunturnya identitas kebangsaan generasi muda saat ini. "Sistem pendidikan kita saat ini tidak memberi ruang atau mendorong tata nilai adat hidup di masyarakat. Malahan, berlomba-lomba mengadopsi dari luar," tuturnya.

Dalam acara ini, Dede Yusuf membacakan "Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api" karya WS Rendra. Dengan penuh penghayatan ia membawakan sajak yang berkisah tentang ironi mantan pejuang Bandung Lautan Api.

"Dahulu, sejumlah karya seni seperti yang diciptakan Rendra merupakan bagian dari alat perjuangan, ketidakpuasan terhadap kondisi. Sekarang seni itu mestinya tetap dapat menjadi alat perjuangan, misalnya menyuarakan kemiskinan," ucap Dede. (jon)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/29/12532767/kreativitas.mesti.mengakar.dari.budaya

No comments:

Post a Comment