GRAFITI DAN MURAL - Seni Tembok Tak Lagi Sembunyi

Jumat, 23 Oktober 2009

Sore itu Movvr9, atau nama aslinya Fachri Daswianto, siswa SMA Perguruan Rakyat II Jakarta Timur, jauh-jauh dari Jatiwaringin, Jakarta Timur, main ke kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Misinya satu: meninggalkan jejak di tembok bagi klan yang dibangunnya, Great Hazard Klan.

Fachri adalah salah satu anggota ”tembok bomber”, sebutan keren bagi para seniman grafiti Indonesia. Dia pernah menjuarai kompetisi grafiti di ajang UrbanFest tahun lalu. ”Saya juara satu tahun lalu,” katanya.

Tahun ini Fachri menjadi artist utama dalam grafiti UrbanFest 2009 yang digelar di Ancol, 24-25 Oktober. Bersama teman-temannya, dia akan mendemonstrasikan keahliannya.

Semakin terarah

Di tembok sekitar perumahan elite Pondok Indah, Jakarta Selatan, bersama Suhelmi, teman satu klan, Fachri kembali mengunjungi tempat itu untuk kesekian kalinya. Di tembok itulah pertempuran kreativitas seni tembok terjadi hampir tiap pekan, bahkan tiap hari.

”Ini tembok legal untuk grafiti. Di sini banyak seniman, termasuk dari luar negeri. Saya sudah lima kali ke sini. Di tembok ini intensitas grafiti dan muralnya tinggi, hanya beberapa hari gambar kita sudah ditimpa orang lain,” katanya.

Apa sering terjadi perebutan daerah kekuasaan? ”Oh tidak, kami saling mengerti saja. Yang penting, kalau menimpa gambar orang, harus bagus dan rapi, jangan asal coret, itu vandalisme namanya. Kami memegang etika berkarya seni,” kata Fachri.

Oh, grafiti tak lagi menganut vandalisme tembok? ”Ya, kami makin terarah setelah sering ketemuan, silaturahim sesama artist. Kami saling mengingatkan lewat forum internet ataupun langsung ketemu,” ujarnya.

Tapi, di tembok sekitar 50 meter itu di beberapa tempat masih banyak coretan. ”Iya, di forum internet pembuat coretan itu lagi dicari,” kata Fachri.

Jika ketemu, pelaku akan dinasihati agar tak mengulangi aksinya. ”Cara seperti itu efektif, saya dulu pernah mencari pelaku vandal dan setelah ketemu saya nasihati, ternyata dia tak mengulangi perbuatannya dan jadi artist baik-baik,” tambah Fachri.

Tak harus pemberontakan

Seiring meningkatnya kesadaran estetika tembok, beberapa artist kini semakin terorganisasi dan terkoneksi dari kota satu ke kota lain, bahkan antarnegara. Mereka berbagi pengalaman dan saling memamerkan karya mereka di internet.

Di Jakarta, mereka sedang menggandrungi mural. ”Kalau mural itu, rasanya lebih puas karena orang akan mengenal karakter kita,” kata Suhelmi, yang dikenal dengan nickname Etcom dan kini kuliah di Ilmu Komputer Universitas Gunadarma, Jakarta.

Tema-tema yang diangkat makin beragam. Tak harus tema pemberontakan. Mereka akrab dengan tema damai, seperti lingkungan hidup dan budaya. ”Saya pernah membuat mural batik. Jadi, mural itu tak harus membuat karakter sangar,” kata Suhelmi.

Para orangtua dan teman-teman mereka pun mulai melek soal grafiti dan mural. ”Orangtua saya tadinya tak mendukung, tetapi begitu saya menjuarai beberapa kompetisi mereka mendukung. Kalau sekolah sih, memang tak mendukung sampai sekarang,” jelas Fachri.

Di ajang pertemuan berbagai budaya kota, mereka akan unjuk kebolehan. Jika pengin tahu aksi mereka, datang ke acara UrbanFest 2009. (Amir Sodikin)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/23/04020940/seni.tembok.tak.lagi.sembunyi

No comments:

Post a Comment