Mencari Hening di Ujung Ramadhan

Kamis, 17 September 2009

Rabu (16/9) pukul 01.30, Nessa berwudu di lantai dasar Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Di masjid megah yang dirancang arsitek Friedrich Silaban itu, Nessa berniat shalat malam, mengaji, dan berzikir.

”Tadi saya habis dari belakang, makanya wudu lagi. Sebenarnya ingin juga itikaf sepanjang 10 hari terakhir puasa seperti disunahkan. Tetapi, saya masih harus menyelesaikan tugas kampus. Jadi, ambil malam hari saja,” ujar mahasiswa asal Bima, Nusa Tenggara Barat, ini.

Sudah tiga tahun terakhir ia rutin ke Istiqlal untuk shalat malam pada bulan Ramadhan. ”Awalnya, saya datang karena janji pahala bagi mereka yang beribadah di 10 hari terakhir Ramadhan. Sekarang, saya ke sini karena ingin mencari ketenangan. Zikir, mengaji, dan shalat malam dengan khusyuk membuat saya tenang. Soal pahala, itu urusan nanti sajalah,” ungkapnya.

Merdeka

Sebelum ke Istiqlal, ia tidur dulu di tempat kosnya di kawasan Cawang. Tengah malam ia ke masjid utama itu. ”Ibadah paling enak itu di tempat yang benar-benar tak ada orang yang dikenal. Tak ada gangguan untuk bertegur sapa. Bukan karena sombong, tapi karena ingin menyediakan waktu untuk diri sendiri dulu,” ujarnya.

Pengunjung Istiqlal lain malam itu, Zulham, datang bersama istri, anak, dan tiga cucunya. Rombongan itu datang sekitar pukul 01.40 saat shalat malam berjemaah sudah dimulai.

Ia sengaja mengajak cucu yang masih berumur balita agar terbiasa beribadah sejak kecil. Memang, saat ini para anak balita itu lebih sibuk bermain di masjid. ”Kadang, mereka menirukan gerakan orang berzikir setelah itu main lagi. Tidak apa-apa, namanya juga masih anak-anak,” ujarnya.

Dengan zikir, mengaji, shalat, dan berdiam diri untuk merenung di masjid, yang namanya berarti merdeka itu, mereka mengharapkan kemerdekaan dari berbagai dosa dan sifat buruk pada hari kemenangan nanti. (KRIS R MADA)

Dari artikel: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/0318173/mencari.hening.di.ujung.ramadhan

No comments:

Post a Comment