Memilah Sampah sejak dari Rumah

Forum
Memilah Sampah sejak dari Rumah

Jumat, 18 September 2009

Oleh TUTIK RACHMAWATI

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 yang mengatur tentang pengelolaan sampah mewajibkan masyarakat dan pihak swasta memilah sampah, sedangkan pemerintah wajib mengelola sampah. Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memulai upaya mewajibkan masyarakat untuk memilah sampah domestik lengkap dengan sanksi dan kompensasinya.

Walaupun baru pada tahap penyusunan peraturan daerah (perda) yang rencananya akan diberlakukan tahun 2010, hal tersebut merupakan terobosan. Walaupun peraturan ini akan dilaksanakan di Jakarta, akan ada implikasi bagi Kota Bandung.

Pengalaman tinggal di negeri Belanda dan Jepang memberikan gambaran betapa masyarakat di kedua negara tersebut sangat peduli terhadap kebersihan lingkungan mereka. Kepedulian mereka wujudkan dengan dua cara yang sangat sederhana, yaitu membuang sampah pada tempat sampah sesuai dengan jenis sampah dan memilah sampah berdasarkan jenis sampah sejak di tingkat rumah tangga.

Hal tersebut dilakukan tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampah dan memilah sampah telah menjadi kebiasaan hidup dan budaya mereka. Namun, penulis memiliki keyakinan bahwa budaya bisa dibentuk atau diciptakan.

Salah satu cara untuk membentuk dan menciptakan budaya adalah dengan mengatur tindakan atau kegiatan agar dilakukan masyarakat melalui peraturan yang di dalamnya memuat detail sanksi dan kompensasi yang akan diberikan untuk setiap tindakan melanggar dan patuh.

Perlu dibentuk

Untuk masyarakat Indonesia, budaya memilah sampah perlu dibentuk. Beberapa hasil penelitian mengenai pengelolaan sampah di Bandung membuktikan bahwa pengelolaan sampah tidak berjalan dengan sukses karena masyarakat tidak memiliki budaya memilah sampah sejak dari rumah.

Atau, apabila ada keluarga yang telah memiliki kesadaran untuk memilah sampah rumah tangga mereka, hal itu tidak dibarengi dengan kesadaran keluarga lain di kota ini. Yang lebih parah, apabila terjadi pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, sampah tersebut kembali dijadikan satu oleh petugas pengambil sampah lingkungan rumah tangga.

Dengan demikian, memilah sampah bukan kegiatan yang didukung sistem pengelolaan sampah yang konsisten. Adanya perda tentang pemilahan sampah akan menjamin konsistensi pengelolaan sampah yang dimulai dari pemilahan sampah. Dengan begitu, penulis sangat mendukung pembuatan perda tersebut dan berpendapat bahwa pembuatan perda tersebut memiliki relevansi untuk Kota Bandung.

Lalu, apa relevansi rencana penyusunan perda itu dengan kondisi Bandung? Pertama, fenomena Bandung sebagai "halaman belakang" Jakarta, tempat orang-orang Jakarta menghabiskan akhir pekan dengan berbagai aktivitas, tentu saja akan membuat Bandung juga menampung sampah hasil aktivitas tersebut.

Akan sangat tidak adil bila orang-orang Jakarta tidak diperbolehkan membuang sampah dan diharuskan memilah sampah di Jakarta. Namun, begitu sampai di Bandung, mereka bebas merdeka membuang sampah sembarang dan tidak memilah sampah. Lalu, apa solusinya? Buat perda yang sama-sama mengatur tentang membuang sampah dan memilah sampah bagi siapa saja yang berada di Kota Bandung.

Peraturan daerah

Kedua, penyusunan perda serupa akan menjadi salah satu alternatif bagi Kota Bandung yang beberapa waktu lalu menghadapi permasalahan pengelolaan sampah. Penyusunan perda serupa tentu saja membutuhkan komitmen dari pemerintah. Sebab, dengan penyusunan perda tersebut, konsekuensinya tidak hanya berupa penerapan sanksi dan kompensasi. Akan tetapi, hal itu juga melibatkan penyediaan sarana fisik (tempat sampah untuk pemilahan sampah), waktu dan dana untuk sosialisasi perda, serta penyadaran masyarakat dan pelatihan untuk aparat pelaksana.

Ambil contoh Belanda. Di sana terdapat jadwal yang teratur serta diketahui setiap masyarakat dan rumah tangga di Belanda untuk membuang sampah yang bisa didaur ulang (kertas, plastik, dan bahkan peralatan rumah tangga, seperti barang elektronik). Jadwalnya adalah setiap hari Senin. Jadi, Minggu malam biasanya tiap rumah tangga sudah menyiapkan sampah jenis tersebut di depan rumah masing-masing.

Di Jepang, misalnya, setiap kantor, sekolah, dan gedung selalu menyiapkan tempat sampah untuk sampah yang dapat dibakar (burnable) dan tidak dapat dibakar (non-burnable). Setiap anggota masyarakat di Jepang secara swadaya membuang sampah rumah tangga, terutama sampah yang dapat didaur ulang, ke tempat pengolahan sampah terdekat. Di kedua negara itu ketidakpatuhan dalam hal membuang sampah berdasarkan jenisnya dan memilah sampah tentu saja diikuti dengan sanksi.

Ketiga, diperlukan kesadaran dari diri kita untuk berpartisipasi aktif dalam pemilahan sampah apabila perda tersebut benar-benar diimplementasikan sebagai produk hukum. Setiap rumah tangga perlu memilah sampah dengan diikuti sistem pemilahan dan pengolahan sampah yang konsisten.

Keempat, sebagai pelengkap pelaksanaan perda tentang pemilahan sampah, pemerintah perlu membantu masyarakat dengan menyediakan alat bor biopori secara gratis sehingga setiap rumah tangga dapat memanfaatkan lubang biopori tersebut sebagai tempat penampungan sampah organik.

Diharapkan dengan kegiatan seperti itu beban pemerintah untuk mengelola sampah akan berkurang karena masyarakat secara swadaya ikut serta dalam pengelolaan sampah organik.

TUTIK RACHMAWATI Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan

Dari artikel: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/18/16592512/memilah.sampah.sejak.dari.rumah

1 comment:

  1. Saya dapat menyediakan tempat sampah organik dan anorganik, silahkan kunjungi blog saya : gocleangreen.blogspot.com

    ReplyDelete