Harta Karun Emas Mandor, Kisah Penambangan Ratusan Tahun


KOMPAS/C WAHYU HARYO PS
Seorang warga melintas di dekat kubangan bekas penambangan emas tanpa izin di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu. Sebelum ada operasi penertiban yang digelar kepolisian, ribuan penambang rakyat bekerja di wilayah itu.

Penambangan

Harta Karun Emas Mandor, Kisah Penambangan Ratusan Tahun

Kamis, 17 September 2009 | 02:59 WIB

Kawasan Mandor di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, seakan ditakdirkan mewarisi ”harta karun” emas yang ditemukan lebih dari 2,5 abad yang lampau. Pengamat sosial dari Kalbar, William Chang, dalam artikelnya pernah menuliskan, seorang pengembara dan pemimpin pekerja tambang dari negeri Tiongkok bernama Lo Fong Pak, saat datang pada 1772 menyebut kawasan ini sebagai ”gunung emas”.

Riwayat eksploitasi emas di kawasan Mandor sebenarnya dimulai sejak 1740. Kala itu Raja Panembahan Mempawah Opu Daeng Manombon mendatangkan pekerja tambang dari negeri Tiongkok untuk menambang emas di sana. Sebagian emas yang diperoleh diberikan kepada pekerja tambang dan sebagian lagi diserahkan kepada raja selaku pemilik wilayah.

Melihat hasilnya begitu menggembirakan, 10 tahun kemudian Sultan Abubakar Kamaluddin dari Kerajaan Sambas di pesisir barat laut Kalimantan mengikuti langkah Raja Mempawah itu dengan mengundang belasan ribu penambang dari Tiongkok ke kawasan Monterado. Bahkan, penambang-penambang itu diberi keleluasaan untuk membuat sebuah perkumpulan atau kongsi untuk mengelola potensi emas di sana. Kongsi-kongsi penambang emas pun berjamuran di wilayah itu.

Kesultanan Pontianak yang berdiri tahun 1771 juga tertarik untuk menikmati harumnya emas di Mandor sehingga merebut wilayah itu dari kekuasaan Panembahan Mempawah pada 1789.

Kuasa eksploitasi emas atas wilayah itu tetap diberikan kepada Kongsi Lan Fong yang dibesarkan Lo Fong Pak. Penguasaan oleh kongsi itu berlangsung hampir satu abad. Saat potensi emas itu mulai menipis, penambangan emas di sana perlahan mulai ditinggalkan.

Sang waktu terus berlalu, kisah harta karun emas di Mandor pun menarik perantau dari berbagai wilayah di Kalbar untuk mencari peruntungan. Remah-remah emas yang ditemukan di wilayah itu ternyata masih menggiurkan. Eksplorasi secara sporadis pun berkembang dengan pola penambangan menggunakan mesin diesel untuk menggali lubang-lubang di tanah maupun di pinggir sungai.

Kondisi ini mengubah wajah hutan Mandor dan sungai di sekitarnya yang semula asri menjadi sarat akan kerusakan lingkungan. Beban lingkungan semakin berat manakala penambang menggunakan logam berat merkuri untuk menyatukan butiran emas.

Camat Mandor Marius Baneng mengungkapkan, saat ini ada sekitar 300 unit mesin diesel yang digunakan penambang. Jika satu mesin digunakan oleh sekitar 10-15 penambang, maka total penambang di kawasan Mandor berkisar 3.000 orang.

Aktivitas PETI di Kabupaten Landak tidak hanya ada di Kecamatan Mandor, tetapi juga di Kecamatan Kuala Behe dan Serimbu. Camat Kuala Behe Herman Masnur mengungkapkan, di wilayah itu ada sekitar 50 unit mesin diesel yang digunakan untuk menambang, di mana setiap unit menyerap 6-8 penambang.

Bupati Landak Adrianus Sidot saat dihubungi menyatakan, penambangan emas di Kabupaten Landak menjadi persoalan manakala prosedur penambangannya justru menimbulkan kerusakan lingkungan. Persoalan makin pelik karena munculnya penambangan ini berkaitan dengan urusan perut masyarakatnya.

”Upaya mengalihkan mata pencarian masyarakat ke perkebunan karet rakyat dan pertanian sudah dilakukan pemda dalam dua tahun terakhir, namun diakui upaya itu juga belum optimal karena kemampuan pemda terbatas,” katanya.

Untuk mengakomodasi penyelesaian masalah ini, pihaknya juga tengah berupaya merancang peraturan daerah tentang wilayah pertambangan rakyat (WPR). Harapannya dapat diatur wilayah mana saja yang boleh dan tidak boleh ditambang oleh rakyat. Wilayah hutan, cagar alam, serta daerah aliran sungai, misalnya, tetap tidak boleh ditambang.

Raperda diharapkan juga mengatur tentang metode penambangan dan pembuangan limbahnya sehingga tidak merusak lingkungan. Raperda ini kemungkinan masih harus menyesuaikan ketentuan undang-undang pertambangan yang baru dan dibahas beberapa pekan mendatang. (why)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/02592567/harta.karun.emas.mandor.kisah.penambangan.ratusan.tahun

No comments:

Post a Comment